Sabtu, 18 September 2010

HUBUNGAN ANTARA SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN DENGAN PERILAKU DYSFUNCTIONAL: BUDAYA NASIONAL SEBAGAI VARIABEL MODERATING (Penelitian pada Manajer Perusahaan Manufaktur di Jawa Tengah)l

Teori Kontijensi
Teori kontinjensi dapat digunakan untuk menganalisis desain dan sistem akuntansi manajemen untuk memberikan informasi yang dapat digunakan perusahaan untuk berbagai macam tujuan dan untuk menghadapi persaingan (Otley, 1980). Merchant (1982) menyatakan bahwa tidak terdapat sistem pengendalian yang secara universal selalu tepat untuk bisa diterapkan pada seluruh organisasi dalam setiap keadaan. Sistem pengendalian akan berbeda-beda di tiap-tiap organisasi yang berdasarkan pada faktor organisasioris dan faktor situasional.
Berdasarkan pada teori kontinjensi maka sistem pengendalian manajemen seperti standar prosedur pengoperasian (standard operation procedures), partisipasi anggaran (budgetary participation), ketergantungan pada pengukuran kinerja akuntansi (reliance on accounting performance measure) perlu digeneralisasi dengan mempertimbangkan faktor organisasioris dan situasional seperti perilaku manajer dalam melaksanakan aktivitas apakah melakukan perilaku yang menyimpang (perilaku dysfunctional) dan dipengaruhi oleh budaya, dalam hal ini adalah budaya nasional.
Kinerja manajer pada perusahaan manufaktur berhubungan utama dengan budaya nasional dan desain dari sistem pengendalian manajemen yang berdasarkan pada budaya (Cole, 1979; Ouchi, 1981; Pascale dan Athos, 1981; Segall, 1986). Penjelasan ini konsisten dengan Contingency Theory dari organisasi (Hall, 1978) yang mana permasalahan struktur organisasi bebas pada kontek organisasi, sedangkan kontek dan struktur organisasi yang berhubungan dapat mempengaruhi kinerja.
Pada pengujian yang langsung apakah budaya nasional dan pengendalian manajemen sama-sama mempengaruhi kinerja perusahaan manufaktur. Hasil penelitian dengan survai langsung yang dilakukan (Daley, et.al, 1985; Birnberg dan Snograss, 1988) menemukan perbedaan perilaku manajemen, budaya nasional mempengaruhi keefektivitasan pengendalian manajemen. Otley (1980) memberikan suatu pandangan dari penelitian yang berdasarkan pada Contingency Theory dalam berbagai negara. Otley (1980) mencatat bahwa ketika ada kesamaan budaya dalam bentuk kontek struktur kontinjensi, ada variasi yang sangat dominan dalam lintas negara bahwa variabel Contingency Theory tidak dapat dijelaskan.
Sistem Pengendalian Manajemen
Sistem pengendalian manajemen digunakan untuk memberi motivasi anggota organisasi agar bertindak dan dapat membuat keputusan secara konsisten dengan tujuan organisasi (Kren, 1997). Dua konsep yang mendominasi penelitian akuntansi dalam pengendalian organisasi adalah teori perilaku dan teori kontinjensi. Penelitian teori perilaku karyawan menggunakan kerangka dengan menyesuaikan pada perilaku organisasi dan psychology (Parker at.al, 1989; Welsch et.al, 1986 dalam Kren, 1997). Penelitian tentang akuntansi keperilakuan (behavior accounting) sebelumnya hanya menguji hubungan karekteristik sistem pengendalian dan beberapa variabel (misalnya prestasi kerja atau perilaku dysfunctional). Sistem Pengendalian Manajemen adalah sejumlah struktur komunikasi yang saling berhubungan yang mengklasifikasikan proses informasi yang dapat membantu manajer dalam mengkoordinasi bagiannya untuk merubah perilaku dalam pencapaian tujuan organisasi yang diharapkan pada dasar yang berkesinambungan (Maciarriello dan Kirby, 1994: 17).
Perilaku Dysfunctional
Ashton (1976) mengatakan bahwa perilaku dysfunctional sebagai lawan dari ketidaksengajaan konsekuensi mekanisme pengendalian dalam pencapaian target. Jadi mekanisme pengendalian dapat dipandang sebagai pencapaian target. Ashton (1976: 289) juga mengatakan bahwa dalam organisasi pelaku dengan sengaja melakukan dysfunctional yang dihasilkan oleh sistem pengendalian manajemen. Dua katagori perilaku dysfunctional (manipulasi informasi dan gaming) mengidentifikasikan sebagai bentuk perilaku dysfunctional (Dunk: 1993). Pelaksanaan praktek penyimpangan perilaku sesungguhnya dilakukan oleh bawahan secara tertutup atau terisolasi (Birberg et.al, 1983: 120). Perilaku dysfunctional gaming dan memanipulasi informasi yang dilakukan manajer berbeda-beda dengan berbagai cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Jaworski dan Young, 1992).
Ada beberapa macam bentuk perilaku dysfunctional yang terjadi di dalam suatu organisasi pada kondisi tertentu pelaku memanfaatkan peraturan dan prosedur-prosedur operasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan (Jawoski dan Young, 1992: 18). Hirst (1981: 596) membandingkan perilaku dysfunctional disebabkan oleh perilaku birokrat yang keras, perilaku strategis, penolakan dan laporan data yang tidak sah. Bentuk-bentuk perilaku dysfunctional menurut pandangan Birnberg et.al (1983) adalah sebagai berikut:
1. Penghalusan (Smoothing) – sistem informasi yang menguntungkan dengan merubah data perencanaan awal dan merubah aktivitas-aktivitas yang nyata dalam organisasi sehingga manipulasi tidak kelihatan ( Ronen dan Sadan, 1981).
2. Pembiasan dan Pemfokusan (Biasing & Focusing) – Manajer mempunyai berbagai macam informasi yang lebih fleksibel yang akan disampaikan kepada atasan. Pembiasan terjadi secara tidak langsung dari pemilihan informasi yang paling baik dan sesuai dengan keadaan yang dapat menguntungkan bagi manajer. Sehingga informasi yang diterima atasan manjadi bias (Birmberg et.al, 1983: 121).
3. Penyaringan ( Filtering) – Menurut Read (1962) penyaringan terjadi ketika informasi disembunyikan karena bawahan berfikir bahwa mereka dapat digunakan oleh atasannya untuk menghalangi keberhasilan bawahan (kemajuan karir bawahan). O’Reilly dan Robert (1974) Birnberg et.al (1983) mengklasifikasikan pelaku dysfunctional ini seperti; keterlambatan laporan, kelebihan menyajikan laporan (menyebabkan informasi melewati batas) atau kelebihan pengumpulan laporan sebagai suatu bentuk dari filtering.
4. Perbuatan-perbuatan yang Malanggar atau Pemalsuan ( Illegal Acts or Falsification) – Bawahan dengan sengaja memalsukan dokumen dan laporan yang lain dengan melanggar norma suatu organisasi (Mars, 1982; Vaugneur, 1983; Simon dan Eitenzen, 1986).
Budaya Nasional
Menurut Hofstede (1994: 262), National culture is the collective programming of the mind acquired by growing up in a particular country. Yang artinya budaya nasional adalah program pikiran secara kolektif yang diperoleh dari perkembangan dalam suatu negara pada khususnya. Menurut Kreitner dan Kinicki (2005) dimensi-dimensi budaya nasional yang penting dalam penelitian-penelitian Hofstede yaitu; 1) jarak kekuasaan: seberapa banyak orang memperkirakan ketidakadilan pada lembaga-lembaga sosial (misal, keluarga, pekerjaan, organisasi, pemerintah), 2) individualisme-kolektivisme: seberapa longgar atau ketat ikatan antara individu-individu dengan kelompok-kelompok masyarakat, 3) maskulinisme-femininisme: untuk tingkat apa masyarakat menggunakan sifat-sifat maskulin kompetitif (misal, keberhasilan, penilaian, dan kinerja) atau memberi asuhan dengan sifat-sifat feminim (misal, solidaritas, hubungan-hubungan pribadi, pelayanan, kualitas hidup), 4) menghindari ketidakpastian: pada tingkat apa masyarakat lebih menyukai situasi-situasi yang tidak menentu, 5) orientasi jangka panjang versus jangka pendek (nilai-nilai confucian): pada tingkat apa masyarakat terorientasi pada masa depan dengan menabung dan pantang menyerah versus terorientasi pada masa lalu dan masa kini dengan menghormati tradisi dan memenuhi kewajiban-kewajiban sosial.
TEORI KONTINJENSI DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
A. Teori Pengendalian Kontinjensi
Teori kontinjensi muncul sebagai jawaban atas pendekatan “universalistik” bahwa desain pengendalian yang optimal dapat diterapkan dalam perusahaan secara keseluruhan.  Pendekatan pengendalian yang universalistik adalah perluasan teori manajemen ilmiah yang alami.  Prinsip manajemen ilmiah menyiratkan satu cara terbaik untuk mendesai proses operasional dalam rangka memaksimalkan efisiensi.
Secara nyata Copley, (1923) menyatakan bahwa pengendalian adalah yang pusat gagasan dari manajemen ilmiah.  Perkembangan prinsip operasional ini ke sistem pengendalian manajemen menyiratkan bahwa harus ada satu sistem pengendalian terbaik yang memaksimalkan efektivitas manajemen dan hanya satu setting kontijensi.  Banyak dari model portofolio dalam perumusan dan implementasi strategi didasarkan pada pandangan yang universal tersebut. Dengan bukti empiris hubungan pengendalian kontijensi, pandangan yang universal tidak nampak seperti uraian sistem pengendalian yang sah.  Pada sisi lain yang ekstrim, pendekatan “kondisi-khusus” membantah bahwa faktor yang mempengaruhi sistem pengendalian adalah sedemikian unik sehingga aturan umum model tidak bisa diterapkan. Peneliti dipaksa untuk mempelajari masing-masing perusahaan dan sistem pengendalian secara individu dan para pendukung dasar pemikiran ini cenderung untuk melakukan riset kasus.
Pendekatan kontijensi diposisikan di antara kedua ekstrim ini.  Menurut teori kontijensi, kelayakan dari sistem pengendalian yang berbeda tergantung pada setting bisnis tersebut. Bagaimanapun, berlawanan dengan model kondisi khusus, generalisasi sistem pengendalian dapat dibuat untuk bisnis secara luas.
Mengembangkan model kontijensi memerlukan suatu basis yang membagi setting kompetitif ke dalam kelas terpisah, dan ada pekerjaan kecil untuk mengindetifikasi variabel kontijensi yang relevan. Suatu variabel kontijensi terkait dengan level (dimana binis yang berbeda pada variabel itu juga memperlihatkan perbedaan utama bagaimana atribut pengendalian atau tindakan berhubungan dengan kinerja. Kategori yang pertama terdiri dari variabel yang berhubungan dengan ketidakpastian. Sumber ketidakpastian yang utama meliputi tugas dan ketidakpastian lingkungan eksternal.  Ketidakpastian tugas adalah  suatu fungsi dari tindakan seorang manajer untuk mendapatkan hasil yang diharapkan (Hirst, 1981). 
Kategori yang kedua dari variabel kontijensi, berhubungan dengan interdependensi dan tehnologi perusahaan. Hal ini meliputi definisi tehnologi yang dikembangkan oleh Woodward (1965) dan Perrow (1967) yang membagi teknologi ke dalam batch kecil, batch besar, memproses tehnologi dan kategori produksi massal.  Menurut Perrow (1967) definisi teknologi didasarkan pada banyaknya pengecualian dalam memproses produk atau jasa memproses dan sifat alami dari proses ketika pengecualian ditemukan. 
Kategori yang ketiga terdiri dari industri, perusahaan dan variabel unit bisnis seperti ukuran, diversifikasi dan struktur. Studi industri sudah menguji pengendalian pada pabrikasi, jasa keuangan serta riset dan pengembangan perusahaan. Diversifikasi mengacu pada tingkat keanekaragaman dalam suatu lini produk dan atau struktur perusahaan.  Struktrur perusahaan telah dichotomikan antara multi-divisional (M-Form) dan fungsional (U-Form) Perusahaan (Hoskisson et Al, 1990).
Kategori lain yang telah diuji literatur pengendalian adalah faktor observability. Variabel ini mula-mula diusulkan oleh Thomson (1970) dan kemudian oleh Ouchi (1977). Seperti dicatat oleh ahli teori organisasi dan agen, dalam evaluasi kinerja, suatu isyarat dari seorang pekerja atau unit bisnis diukur, dievaluasi dan dikompensasi. Isyarat mengukur dapat dari tindakan karyawan dan dari hasil tindakan.
B. Sistem Pengendalian Manajemen
Pengendalian digunakan untuk menciptakan kondisi yang memotivasi organisasi tersebut untuk mencapai hasil diiinginkan atau yang ditetapkan terlebih dahulu.  Pengendalian organisasi telah digambarkan sebagai tindakan atau aktifitas yang diambil untuk mempengaruhi agar orang bertindak sesuai dengan tujuan organisasi (Flamholtz, 1983).  Yang lain berargumentasi bahwa pengendalian memusat pada dua pertanyaan berikut : Apakah (1) strategi diterapkan seperti yang direncanakan, dan (2) hasil yang diproduksi sesuai dengan yang diharapkan (Schreyog dan Steinmann, 1987).
Giglioni dan Bedein (1974) menyatakan bahwa pengendalian  dalam organisasi yang kompleks terdiri atas dua jenis.  Satu jenis mengarahkan para bawahan dalam aktivitas mereka.  Hal tersebut diterapkan secara terbuka, dengan program dan prosedur operasi baku.  Sebagai tambahan, pengendalian jenis ini digunakan melalui struktur perusahaan, kultur perusahaan dan kebijakan sumber daya manusia (perekrutan, keterampilan dan kebijakan penghentian). 
Jenis pengendalian yang kedua adalah cybernetics dan banyak pengarang membantah pengawasan formal itu harus cybernetics secara alami (Green dan Weish, 1988).  Cybernetics digambarkan sebagai suatu sistem dimana standar penilaian kinerja ditentukan, sistem pengukuran kinerja ditetapkan, perbandingan dibuat antara standar, umpan balik dan kinerja aktual kemudian informasi disediakan untuk menjelaskan perbedaan tersebut. 
Pengendalian cybernetics meliputi sistem insentif dan sistem penganggaran keuangan formal yang mempunyai keterikatan dengan sistem pengendalian tersebut.  Ukuran kinerja yang menggunakan suatu sistem pengawasan formal mungkin meliputi ukuran keuangan seperti pendapatan netto, penghasilan dan target biaya, seperti halnya ukuran tidak keuangan seperti heatcount, jangka waktu siklus, dan penyerahan tempat waktu (fishe, 1992; Mc Kinnon dan Bruns, 1992).  Dalam banyak kasus sistem insentif dihubungkan dengan pengukuran kinerja dan merupakan suatu komponen umpan balik dari sistem pengendalian tersebut. Sistem kemudian memberi umpan balik ke strategi masa depan dan keputusan operasional.  Pengulangan umpan balik ini adalah konsistem dengan dugaan bahwa sistem pengendalian dapat mempengaruhi pembelajaran organisasi dan secara interaktif mempengaruhi strategi.
C. Kerangka Pengendalian Kontijensi
Suatu isu dipecahkan dalam mengembangkan suatu model pengendalian kontinjensi tentang pemahaman bagaimana faktor kontinjensi ditentukan dan ditingkatkan dari waktu ke waktu. Faktor kontinjensi tertentu mungkin ditentukan oleh keputusan manajemen, yang lain mungkin ditentukan secara exogenous.  Pada beberapa titik waktu, organisasi memilih pasar dimana perusahaan tersebut bersaing dan strategi dalam pasar itu, dan pada dasarnya mampu mengendalikan semua faktor kontinjensi. Bagaimanapun setelah menentukan strategi produk tertentu, banyak faktor kontinjensi tidak lagi di bawah pengendalian langsung organisasi.  Oleh karena itu, determinasi faktor kontinjensi mungkin menjadi proses interaktive, sebagian dari faktor dipilih oleh perusahaan, sedangkan yang lain adalah suatu hasil keputusan yang lalu dan faktor eksternal. 
Setelah perusahaan menetapkan tujuan dan faktor kontinjensi ditentukan, organisasi kemudian mencoba untuk mencapai tujuan perusahaan.  Perusahaan menggunakan paket pengendalian organisasi dalam upaya mencapai tujuan perusahaan.  Sistem pengendalian cybernetics hanya satu bagian dari total paket pengendalian organisasi.  Penekanan pada unsur-unsur dalam paket ini mungkin mengurangi atau meningkatkan kebutuhan akan kepercayaan pada sistem pengendalian cybernetics.  Banyak faktor sistem pengendalian berdampak pada hasil organisasi dan faktor ini perlu ditempatkan atau dikendalikan secara hati-hati ketika secara empiris teruji hubungan antara variabel pengendalian dan hasil organisasi.  Setelah hasil diukur dan energi reward didistribusikan, informasi ini menjadi umpan balik bagi kerangka kerja dan mungkin berdampak pada keputusan perusahaan dimasa depan.
D. Klasifikasi Pengendalian Kontinjensi
Fisher (1995) mengklasifikasikan menjadi empat kategori yang tergantung pada kontinjensi, pengendalian, dan variabel hasil. 
Analisa tingkat 1
Satu faktor kontinjensi dihubungkan dengan satu mekanisme pengendalian. Hipotesa yang khas meramalkan bahwa keberadaan suatu faktor kontinjensi akan mengakibatkan suatu peningkatan kemungkinan bahwa perusahaan suatu mekanisme pengendalian tertentu.  Tidak ada usaha yang dibuat untuk mengakses apakah korelasi antara faktor kontinjensi dan  mekanisme pengendalian mempunyai efek pada hasil perusahaan (walaupun kebanyakan dokumen berasumsi bahwa korelasi tersebut mendorong kearah kinerja lebih tinggi) atau jika mekanisme pengendalian dihubungkan dengan mekanisme pengendalain yang lain.
Suatu contoh dari pendekatan riset adalah penelitian Macintosh dan Daft (1987).  Studi ini mengaji hubungan saling ketergantungan antar departemen dan tiga unsur pengendalian: anggaran operasi, laporan statistik berkala dan prosedur operasi baku. Macintosh dan Daft (1987) menyimpulkan bahwa peran sistem pengendalian mencerminkan suatu kecocokan antara kebutuhan akan informasi yang diciptakan oleh saling ketergantungan dan persediaan informasi yang disajikan oleh sistem pengendalian tersebut.
Analisa tingkat 2
Menguji efek hubungan suatu mekanisme pengendalian dan faktor kontinjensi dalam variabel hasil.  Dalam suatu studi yang khas, keberadaan faktor kontinjensi dan mekanisme pengendalian dihipotesakan untuk menghasilkan suatu peningkatan suatu efektifitas (atau ketidakefektifan ).  Simon (1987) menyatakan perbedaan sistem pengendalian yang diuji antara unit bisnis yang memanfaatkan strategi penyelidik atau pendukung tersebut.  Beberapa hipotesa atas studi ini menguji korelasi antara strategi unit bisnis (SBU) dan mekanisme pengendalian.   Pendukung SBU mendasarkan insentif pada prestasi targetanggaran dan sistem pengendalian adalah statis.  Penyelidik SBU, secara kontras memasang lebih dari arti penting untuk meramalkan data, pengaturan tujuan anggaran ketat, dan monintoring keluaran.  Simon (1987) menemukan suatu penandinagn antara suatu mekanisme pengendalian dan SBU strategi akan mengakibatkan kinerja lebih tinggi.
Analisa tingkat 3
Efek hubungan dari faktor kontinjensi dan berbagai mekanisme pengendalian atas suatu variabel hasil ditujukan (Drazin Dan Van tidak Ven, 1985).  Analisa jenis ini berasumsi bahwa mungkin ada komplementer atau hubungan penggantian antara variabel pengendalian yang mungkin termasuk dalam berbagai mekanisme pengendalian dalam analisa tersebut.  Subtitusi Sistem pengendalian menyiratkan penggunaan mekanisme pengendalian berbeda dapat mencapai hasil ayang sama.  Pada sisi lain, sistem pengendalian komplementer digunakan menguatkan penunjukan beberapa mekanisme pengendalian digunakan dan sistem komplementer digunakan sebagai pengganti tergantung pada faktor kontinjensi perusahaan tersebut dan stategi pengendalian.
E. Timbulnya Formula Kontinjensi
Pendekatan kontinjensi untuk akuntansi manajemen didasari oleh anggapan bahwa tidak ada sistem akuntansi yang tepat secara universal yang dapat digunakan oleh semua organisasi dalam berbagai keadaan.  Sistem akuntansi yang tepat tergantung pada keadaan khusus dimana organisasi tersebut berada.  Oleh karenanya teori kontinjensi harus mengidentifikasikan aspek khusus dari sistem akuntansi perusahaan dimana keadaan dapat didefinisikan dengan pasti dan sistem dapat dicobakan dengan tepat.
Konsep teknologi, struktur organisasi, dan lingkungan diharapkan dapat menjelaskan mengapa sistem akuntansi berbeda untuk suatu situasi dengan situasi yang lain.  Ada dua pengaruh yang menyebabkan timbulnya formula kontinjensi :
1.      Pengaruh hasil penelitian empiris.
·        Efek Tehnologi
Variable kontinjensi yang digunakan dalam akuntansi manajemen tergantung pada teknologi produksi, unit produksi, besar kecilnya batch, dan jenis produksi massa atau produksi terus menerus
·        Efek Struktur Organisasi
Struktur organisasi berpengaruh terhadap bagaimana informasi anggaran digunakan.  Hopwood (1972) membedakan Budget Contrained yang menggunakan informasi akuntansi dengan Profit Conscious.  BC diasosiasikan dengan konsentrasi pada pekerjaan yang sangat tinggi, hubungan yang tidak dekat, dan perilaku menyimpang.  PC lebih fleksibel dan tidak diasosiasikan seperti di atas.
·        Efek Lingkungan
Faktor lingkungan juga dapat menjelaskan perbedaan penggunaan informasi akuntansi.  Khandwalls (1972) menguji efek tipe persaingan yang dihadapi oleh perusahaan terhadap sistem pengendalian manajemen yang digunakan menemukan bahwa sistem pengendalian manajemen dipengaruhi oleh intensitas persaingan yang dihadapi.
2.      Pengaruh Teori Organisasi
Pendekatan yang saat ini populer yang berpengaruh pada perkembangan teori kontinjensi akuntansi manajemen adalah perkembangan teori kontinjensi dari organisasi.
Studi tentang sistem informasi akuntansi yang efektif  berkembang seiring dengan berbagai studi tentang mekanisme pengendalian yang digunakan organisasi untuk mempengaruhi perilaku anggotanya  dan mempengaruhi hubungannya dengan pihak eksternal.  Otley & Berry (1980) mengidestifikasikan empat karakteristik dalam proses pengendalian untuk pengendalian organisasi yang efektif ;
1)      Spesifikasi tujuan
2)      Ukuran keberhasilan tujuan
3)      Model peramalan yang mampu menunjukkan outcome dari kegiatan pengendalian
4)      Kemampuan dan motivasi untuk bertindak.

Senin, 13 September 2010

AKUNTANSI KEPERILAKUAN: Konsep Dasar & Dampaknya

Pendahuluan
Mulai dari zaman prasejarah telah menunjukan bahwa manusia di zaman itu telah mengenal adanya hitung-menghitung meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana. Dengan semakin majunya peradapan manusia menyebabkan pentingnya pencatatan, pengihktisaran dan pelaporan sebagai bagian dari proses transaksi. Sehingga akuntansi sebagai hasil dari proses transaksi telah mengalami metamorfosis yang panjang untuk menjadi bentuk yang modern seperti saat ini.Akuntansi merupakan suatu sistem untuk menghasilkan informasi keuangan yang digunakan oleh para pemakainya dalam pengambilan keputusan. Keterampilan matematis sekarang ini telah berperan dalam menganalisis permasalahan keuangan yang kompleks. Begitu pula dengan kemajuan dalam tehnologi komputer akuntansi yang memungkinkan informasi dapat tersedia dengan cepat. Tetapi, seberapa canggihpun prosedur akuntansi yang ada, informasi yang dapat disediakan pada dasarnya bukanlah merupakan tujuan akhir. Tujuan informasi tersebut adalah memberikan petunjuk untuk memilih tindakan yang paling baik untuk mengalokasikan sumber daya yang langka pada aktivitas bisnis dan ekonomi. Namun, pemilihan dan penetapan keputusan tersebut melibatkan berbagai aspek termasuk perilaku dari para pengambil keputusan. Dengan demikian akuntansi tidak dapat dilepaskan dari aspek perilaku manusia serta kebutuhan organisasi akan informasi akuntansi.  Kesempurnaan teknis tidak pernah mampu mencegah orang untuk mengetahui bahwa tujuan jasa akuntansi bukan hanya sekedar teknik yang didasarkan pada efektivitas dari segala prosedur akuntansi, melainkan bergantung pada bagaimana prilaku orang-orang di dalam organisasi.
Pokok-pokok Kajian
Berdasarkan uraian di atas menunjukan adanya beberapa masalah yang perlu dibahas sebagai berikut:
1)      Mengapa perlu mempertimbangkan keperilakuan pada akuntansi?
2)      Bagaimana persyaratan pelaporan mempengaruhi perilaku akuntansi?
3)      Bagaimana dampak dari persyaratan pelaporan akuntansi?
Pembahasan
1.  Mengapa Perlu Mempertimbangkan Keperilakuan pada Akuntansi?
Akuntansi bukanlah sesuatu yang statis, tetapi akan selalu berkembang sesuai dengan pekembangan lingkungan akuntansi serta kebutuhan organisasi akan informasi yang dibutuhkan oleh penggunanya (Khomsiah dalam Arfan & Ishak, 2005). Berdasarkan pemikiran tersebut, manusia dan faktor sosial secara jelas didesain dalam aspek-aspek operasional utama dari seluruh sistem akuntansi. Dan para akuntan belum pernah mengoperasikan akuntansi pada sesuatu yang fakum. Para akuntan secara berkelanjutan membuat beberapa asumsi mengenai bagaimana mereka membuat orang termotivasi, bagaimana mereka menginterpretasikan dan menggunakan informasi akuntansi, dan bagaimana sistem akuntansi mereka sesuai dengan kenyataan manusia dan mempengaruhi organisasi.Penjelasan di atas menunjukan adanya aspek keperilakuan pada akuntansi, baik dari pihak pelaksana (penyusun informasi) maupun dari pihak pemakai informasi akuntansi. Pihak pelaksana (penyusun informasi akuntansi) adalah seseorang atau kumpulan orang yang mengoperasikan sistem informasi akuntansi dari awal sampai terwujudnya laporan keuangan. Pengertian ini menjelaskan bahwa pelaksana memainkan peranan penting dalam menopang kegiatan organisasi. Dikatakan penting  sebab hasil kerjanya dapat memberikan manfaat bagi kemajuan organisasi dalam bentuk peningkatan kinerja melalui motivasi kerja dalam wujud penetapan standar-standar kerja. Standar-standar kerja tersebut dapat dihasilkan dari sistem akuntansi.Dapat diperkirakan apa yang akan terjadi ketika pelaksana sistem informasi akuntansi tidak memahami dan memiliki kerja yang diharapkan. Bukan saja laporan yang dihasilkan tidak handal dalam pengambilan keputusan, tetapi juga sangat berpotensi untuk menjadi bias dalam memberikan evaluasi kinerja unit maupun individu dalam organisasi. Untuk itu motivasi dan perilaku dari pelaksana menjadi aspek penting dari suatu sistem informasi akuntansi.Di sisi lain, pihak pemakai laporan keuangan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: pihak intern (manajemen) dan pihak ekstern (pemerintah, investor/calon investor, kreditur/calon kreditur, dan lain sebagainya). Bagi pihak intern, informasi akuntansi akan digunakan untuk motivasi dan penilaian kinerja. Sedangkan bagi pihak ekstern, akan digunakan untuk penilaian kinerja sekaligus sebagai dasar dalam pengambilan keputusan bisnis. Di samping itu pihak ekstern, juga perlu mendiskusikan berbagai hal terkait dengan informasi yang disediakan sebab mereka mempunyai suatu rangkaian perilaku yang dapat mempengaruhi tindakan pengambilan keputusan bisnisnya. Sehubungan dengan hal tersebut, beberapa riset akuntansi mulai mencoba menghubungkan dan menganggap penting untuk memasukkan aspek keperilakuan dalam akuntansi.Sejak meningkatnya orang yang sudah memberikan pengakuan terhadap beberapa aspek perilaku dari akuntansi, terdapat suatu kecenderungan untuk memandang secara lebih luas terhadap bagian akuntansi yang lebih subtansial. Perspektif perilaku menurut pandagan ini telah dipenuhi dengan baik sehingga membuat sistem akuntansi yang lebih dapat dicerna dan lebih bisa diterima oleh para manajer/pimpinan dan karyawannya. Pelayanan akuntansi mungkin juga telah sampai pada puncak permasalahan yang rumit dan gagasan akuntansi dapat muncul dari beberapa nilai yang ada. Tetapi, pertimbangan perilaku dan sosial tidak berarti mengubah dari tugas akuntansi secara radikal. Namun mulai mengembangkan perspektif dalam mendekati beberapa pengertian yang mendalam mengenai pemahaman atas perilaku manusia pada organisasi.
2.  Bagaimana Persyaratan Pelaporan Mempengaruhi Perilaku Akuntansi?           
Perkembangan organisasi bisnis saat ini penuh dengan persyaratkan untuk melaporkan informasi kepada pihak lain tentang siapa atau apa, bagaimana menjalankan organisasi, dan untuk siapa harus bertanggungjawab. Hal ini pada umumnya disebut sebagai ”persyaratan” pelaporan, meskipun beberapa diantaranya mungkin tidak dapat dipaksakan.            Intisari dari proses akuntansi adalah komunikasi atas informasi yang memiliki implikasi keuangan atau manajemen. Karena pengumpulan atau pelaporan informasi mengkonsumsi sumber daya, biasanya hal tersebut tidak dilakukan secara suka rela kecuali pembuat informasi yakin bahwa hal ini akan mempengaruhi penerima untuk berperilaku sebagaimana yang diinginkan oleh pelapor/pembuat. Persyaratan pelaporan dapat mempengaruhi perilaku dalam beberapa cara, diantaranya adalah:
Antisipasi penggunaan informasi.  Persyaratan pelaporan kemungkinan besar akan mempengaruhi perilaku pembuat ketika informasi yang dilaporkan merupakan deskripsi mengenai perilaku pembuat itu sendiri, atau untuk mana pembuat tersebut akan bertanggung jawab. Semakin informasi yang dilaporkan mencerminkan sesuatu yang dapat dikendalikan oleh pembuat, maka akan semakin besar kemungkinan bahwa perilku pembuat akan dimodifikasi. Pembuat dapat merasa cukup pasti bahwa perubahan dalam perilaku akan mengarah pada perubahan yang diinginkan dalam informasi yang dilaporkan.  
Prediksi pengirim mengenai penggunaan informasi.  Kadang kala penerima menyatakan secara jelas bagaimana mereka menginginkan pembuat laporan berperilaku, meskipun sulit untuk dicapai secara simultan seperti: laba jangka pendek yang tinggi, pertumbuhan jangka panjang, atau citra publik yang baik. Apabila pembuat laporan bertanggung jawab kepada penerima maka ia akan berperilaku dalam cara-cara yang menyenangkan mengenai apa yang harus dilaporkan, mengenai tindakan dan hasil  yang manakah yang  penting bagi penerima.      Namun ketika orang tidak merasa pasti mengenai bagaimana informasi tersebut akan digunakan, maka pembuat laporan memiliki pekerjaan sulit untuk memprediksi kapan dan bagaimana informasi tersebut akan digunakan. Kemungkinan besar akan mendasarkan pada prediksi sesuai dalam situasi yang serupa dalam pengalamannya atau bagaimana mereka akan menggunkannya jika berada pada penerima informasi tersebut.  
Insentif/sanksi.   Kekuatan dan sifat dari penerima terhadap pembut laporan adalah penentu yang penting dalam mengubah perilakunya. Semakin besar potensi yang ada untuk memberikan penghargaan atau sanksi semakin hati-hati pembuat laporan akan bertindak dan memastikan bahwa informasi yang dilaporkan dapat diterima. Misalnya saja, mahasiswa kemungkinan besar akan mengerjakan tugasnya ketika tugas tersebut dikumpulkan dan diberi nilai dibandingka jika tidak, meskipun manfaat pembelajaran dalam kedua kasus tersebut adalah sama.
Penentuan waktu.  Waktu adalah faktor penting dalam menentukan apakah persyaratan pelaporan akan menyebabkan perubahan dalam perilaku pembuat laporan atau tidak. Supaya persyaratan pelaporan dapat menyebabkan perubahan perilakunya, ia harus mengetahui persyaratan tersebut sebelum ia bertindak. Sehingga jika persyaratan plaporan yang sebelumya dikenakan setelah perilaku yang dilaporkan, maka akan dapat diketahui pada pembuatan laporan berikutnya.
Pengarahan perhatian. Suatu persyaratan pelaporan dapat menyebabkan pembuat mengubah perilakunya. Hal itu kemungkinan informasi memiliki suatu cara untuk mengarahkan perhatian pada bidang-bidang yang berkaitan dengannya, yang dapat mengarah pada perubahan perilaku.
3.  Bagaimana Dampak dari Persyaratan Pelaporan Akuntansi ?
Persyaratan pelaporan dapat mempengaruhi perilaku disemua bidang akuntansi: keuangan, perpajakan, akuntansi manajerial dan akuntansi sosial. Secara terperinci dampak tersebut dapat dijelaskan di bawah ini.
Akuntansi keuangan.   Terdapat beberapa prinsip akuntansi yag diterapkan setelah diperdebatkan terlebih dahulu mengenai dampak mengenai yang ditimbulkannya. Beberapa hal yang kontraversial dari pernyataan standar akuntansi tersebut merupakan contoh mengenai bagaimana prinsip akuntansi mempengaruhi perilaku. Contoh-contoh tersebut meliputi: ”Bagaimana perlakuan atas kerugian akibat melemahnya mata uang rupiah terhadap dolar?” dan ”bagaimana perlakuan atas kelebihan nilai pembayaran kontrak utang dalam mata uang asing?”. Setelah mengalami proses perdebatan dari berbagai kelompok (pemerintah, praktisi bisnis, akademisi) melahirkan ISAK (Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan) No. 4 yang menginterpretasikan PSAK (Peryataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 10 mengenai transaksi dalam mata uang asing. Dalam interpretasi tersebut dinyatakan bahwa kerugian yang ditimbulkan oleh tigkat inflasi yang luar biasa (di atas 133%) dan melibatkan transaksi operasi dalam mata uang dolar dapat dikapitalisasi oleh organisasi/perusahaan. Prinsip akuntansi yang kontraversial lainnya termasuk perlakuan atas biaya penelitian dan pengembangan, serta persyaratan pelaporan akuntansi atas inflasi yang mengharuskan dibuatnya penyesuaian dalam laporan keuangan. Demikian pula halnya dengan akuntansi untuk minyak dan gas bumi.
*  Akuntansi perpajakan.  Umumnya persyaratan pelaporan akuntansi perpajakan dipandang rumit dan sulit bagi banyak pembayar  pajak. Beberapa persyaratan telah dikenakan tidak hanya kepada pembayar pajak, tetapi juga pada pihak lain seperti karyawan dengan maksud untuk membuat hukum pajak lebih dipatuhi.             Suatu keharusan catatan yang rinci atas pengurangan beban bisnis merupakan contoh yang paling baru dan kontraversial mengenai dampak perilaku dari persyaratan pelaporan pajak. Yang dalam faktanya, catatan rinci tersebut tidak perlu dilaporkan tetapi pembayar pajak dan penyusun pajak diharuskan untuk melaporkan bahwa catatan itu disimpan dan tersedia untuk diperiksa.
*  Akuntansi manajerial.  Manajemen dapat memberlakukan persyaratan pelaporan internal apapun yang diinginkannya kepada bawahan. Pos-pos yang dilaporkan dapat bersifat keuangan, operasional, sosial atau suatu kombinasi. Tetapi hanya terdapat sedikit data akuntansi manajemen yang tersedia bagi publik karena data tersebut jarang dilaporkan diluar organisasi. Disamping itu sangat sulit untuk digeneralisasi karena setiap organsasi memiliki sistem akuntansi manajemen yang berbeda-beda. 
*  Akuntansi sosial.  Masih terdapat relatif sedikit mengenai dampak dari akuntansi sosial bagi publik karena akuntansi sosial adalah bidang perhatian yang masih relatif baru. Salah satu bidang pembahasan dari akuntansi sosial adalah delima penyusunan laporan, polusi dan keamanan produk.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat diperoleh beberapa kesimpulan bahwa akuntansi dibangun dengan menggunakan konsep, prinsip dan pendekatan dari disiplin ilmu lain untuk meningkatkan kegunaannya. Sehingga akuntansi tidak dapat dilepaskan dari aspek perilaku manusia serta kebutuhan organisasi akan informasi akuntansi.  Disamping itu kesempurnaan teknis dari jasa akuntansi bukan hanya sekedar teknik yang didasarkan pada efektivitas dari segala prosedur akuntansi, melainkan bergantung pada bagaimana prilaku orang-orang didalam organisasi, baik sebagai pelaksana (penyusun informasi) maupun sebagai pemakai informasi.Persyaratan pelaporan akuntansi akan mempengaruhi perilaku dari berbagai fakor, baik karena adanya antisipasi penggunaan informasi, prediksi penggunaan informasi, insentif/sanksi, penentuan waktu maupun pengarahan perhatian dari pihak yang akan menggunakan informasi tersebut (penerima). Dampak keperilakuan dalam akuntansi terjadi pada berbagai bidang yaitu pada: akuntansi keuangan, akuntansi perpajakan, akuntansi manajerial dan akuntansi sosial. Salah satu bidang pembahasan dari akuntansi sosial adalah delima penyusunan laporan, polusi dan keamanan produk.
DAFTAR PUSTAKA 
Anthony. Dearden & Bedford. 1990. Management Control System, 6th Edition. Published by Arrangement with Irwin Inc. New York.
Arfan Ikhsan & Muhammad Ishak. 2005. Akuntansi Keperilakuan. Salemba Empat. Jakarta.
Armila Krisna Warindrani. 2006. Akuntansi Manajemen. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2006. Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat. Jakarta.
Mulyadi. 1997. Sistem Akuntansi. Balai Penerbitan STIE-YKPN. Yogyakarta.Sunarto. 2003. Perilaku Organisasi. Penerbit Amus. Yogyakarta.

Kebeeradaan Akuntansi Syariah

Dalam kehidupan masa kini istilah Syariah kini tak lagi asing didengar dalam keseharian..Seperti bank syariah, obligasi syariah, saham syariah, dan sebagainya...khusus dalam lingkup perekonomian, label syariah tampak muncul sebagai konsep solutif dari carut marutnya perekonomian kapitalis yang hingga kini secara umum merefleksikan kamuflase dan manipulasi oleh manajemen untuk tujuan2 tertentu...

Kasus Enron, ketika keuntungan perusahaan anak yang justru dimasukkan dalam laba perusahaan induk untuk mengangkat harga saham di pasar...Kasus WorldCom...ketika harus gulung tikar setelah harga sahamnya yang semula mencapai USD 80 tinggal USD cent 9...skandal manipulasi keuangan di dalam tubuh Merck dan Xerox...Window Dressing yang dilakukan Bank2 pada akhir tahun dengan mengakui pendapatan yang akan diterima untuk meyakinkan masyarakat bahwa bank tersebut lebih baik kinerjanya...

Akuntansi Syariah tampaknya muncul sebagai sebuah solusi...jika kita mengacu dalam prinsip2 syariah, tentu saja sebuah sistem keuangan yang berlandaskan prinsip dan sistem Islam dapat menjadi solusi dari kebobrokan tersebut...selama ini, "letter of the law", cenderung dijadikan landasan dalam bertindak dan memutuskan sesuatu...namun yang sering dilupakan adalah, "spirit of the law" yang seharusnya dijadikan sebagai tolak ukur normatif...

menurut pak AJI DEDI MULAWARMAN..terdapat tiga konsep yang setidaknya dapat dijadikan sebagai pondasi dari akuntansi syariah...

1. Pemahaman Filosofis Organisasi Bisnis
sebab, perspektif perusahaan dalam melakukan kegiatan usahanya secara tidak langsung turut mempengaruhi sistem pencatatan/akuntansi yang diterapkan...misal, ketika sebuah perusahaan memiliki perspektif kapitalistik/maksimalisasi laba...otomatis akuntansi yang muncul pasti akan penuh dengan nuansa kapitalistik...berbeda jika orientasi perusahaan mengacu pada prinsip syariah...oleh karena itu, diperlukan sebuah instrumen akuntansi yang dapat menampung norma2 syariah tersebut

2. Nilai-nilai Islam
yaitu, seluruh tindakan bisnis yang diambil, sejatinya harus dilandaskan atas nilai2 akhirat...bukan keduniawian semata...sehingga akan dicapai sebuah titik keseimbangan yang selaras dan harmonis dengan tujuan hidup manusia itu sendiri di dunia...

3. Tujuan Syariah
jelas, yaitu agar segala tindakan yang yang diperbuat berbuah kemaslahatan bagi dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya...ada uraian menarik pak aji yang dikutip dari pak Al Qardhawi...bahwa belum tentu ketika di mana ada maslahat, maka di sana pasti ada syariat...yang paling tepat adalah...ketika di sana ada syariat maka pastilah di sana ada maslahat...sebab definisi maslahat itu sendiri bersifat rancu, tergantung dari sudut pandang penilainya...

Pedoman Akuntansi Syariah secara teknis sendiri belum dibuat secara khusus...PSAK pun baru mengatur bagaimana sebuah laporan keuangan syariah dibuat, serta perlakuan2 akuntansi terhadap kasus2 khusus yang terjadi di Bank dan Lembaga Keuangan berlabel syariah, yang tercantum dalam PSAK 101 s.d. 105...sedangkan perlakuan2 akuntansi lainnya tetap mengacu kepada prinsip2 akuntansi yang sudah ada...kecuali memang yang sudah ditentukan dalam PSAK...seperti murahabab dan mudharabah...

salah satu isu yang hangat diperdebatkan mengenai akuntansi syariah vs konvensional adalah metode pencatatan berbasis akrual yang kebanyakan pendapatnya adalah menyatakan, kalau basis tersebut tidak sesuai dengan syariat...sebab Syariat Islam melarang untuk mengakui suatu pendapatan yang sifatnya belum pasti...selain itu...basis akrual juga berpotensi menjadi instrumen korupsi selain dari potensi ketidakjujuran pencatatan yang mungkin terjadi...

walaupun ada juga yang berpendapat bahwa basis akrual sebenarnya adalah kata lain dari janji...contohnya, ketika aset disewa selama setahun senilai Rp 12.000...dan sewanya dibayar setiap bulan...pengakuan pendapatan senilai Rp 12.000, sebenarnya bisa dilakukan pada bulan pertama masa sewa, dikarenakan kedua belah pihak telah terikat oleh sebuah akad...

walaupun pada akhirnya dalam Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) mengharuskan bank syariah untuk menerapkan metode basis akrual dalam pendapatan dan beban mereka...

namun bisa kita ambil kesimpulan bahwa, akuntansi syariah saat ini cukup dipandang sebagai salah satu solusi dari instrumen yang dapat dipakai dalam pewujudan sebuah sistem keuangan yang lebih baik, akuntabel, bersih, dan jujur...dan sebuah proses yang perlahan dan pasti secara langsung akan membuat akuntansi syariah menjadi instrumen tangguh dan reliable yang dapat mengawal cita2 akan perekonomian yang lebih baik di masa depan nanti...


___***_

Kearifan Cinta

CINTA yang dibangkitkan
oleh khayalan yang salah
dan tidak pada tempatnya
bisa saja menghantarkannya
pada keadaan ekstasi.
Namun kenikmatan itu,
jelas tidak seperti bercinta dengan kekasih sebenarnya
kekasih yang sedar akan hadirnya seseorang